Tepat pada hari selasa 7 Mei 2024, Guru dan Staff Rumah Sekolah Cendekia yang tidak melakukan perjalanan field trip Surabaya-Probolinggo-Malang, mengagendakan untuk nonton film Totto-chan: the Little Girl at the Window. Kebetulan pada hari itu menjadi hari terakhir tayang di bioskop untuk wilayah Makassar, dan hanya di bioskop Cinepolis Phinisi Point Makassar. Walaupun jarak dari sekolah ke tempat nonton terbilang jauh, namun hal tersebut tidak mengurungkan niat kami. 

Film Totto-chan: the Little Girl at the Window diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Tetsuko Kuroyanagi. Ditulis berdasarkan kisah nyata dari penulis itu sendiri, Tetsuko atau lebih dikenal sebagai Totto-chan. Kisah Totto-chan lahir di Jepang pada masa-masa sebelum dan selama Perang Dunia II.

Totto-chan dikenal sebagai anak yang sangat aktif, penuh semangat, rasa ingin tahu yang tinggi, serta energinya yang melimpah sehingga saat dituangkan menjadi sebuah film animasi, secara visual menjadi sangat menarik dan memanjakan mata para penonton.

Cerita Totto-chan Dikeluarkan dari Sekolah

Totto-chan pernah dikeluarkan dari sekolah pertamanya karena keaktifannya dan rasa ingin tahunya sangat tinggi dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu dan menimbulkan keributan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut, mengakibatkan Totto-chan harus pindah ke Akademi Tomoe Gakuen, sebuah sekolah yang telah dipilih oleh orang tua Totto-chan. 

Walaupun orang tua Totto-chan telah menemukan sekolah baru, namun tidak dengan mudah menghindari rasa khawatir orang tua terhadap anaknya. Seperti yang dirasakan oleh Mama Totto-chan, Ia sangat khawatir anaknya tidak diterima di sekolah barunya atau bisa saja dikeluarkan sewaktu-waktu seperti apa yang terjadi di sekolah pertamanya. Sedari awal, penonton diajak untuk merasakan dinamika kehidupan Totto-chan dalam menemukan sistem pendidikan yang cocok untuk dirinya.

Akademi Tomoe Gakuen, Sekolah dengan Pendidikan Inklusif dan Inovatif

Film Totto-chan menampilkan isu pendidikan inklusif dan inovatif di Tomoe Gakuen. Disamping Totto-chan yang dianggap sebagai anak yang bermasalah oleh sekolah sebelumnya, tetapi kemudian Totto-chan menemukan tempat yang sesuai untuk dirinya, tidak lain yaitu di Tomoe Gakuen. Tomoe Gakuen adalah sekolah yang sangat inklusif dan inovatif, tidak hanya memberikan pendidikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus, akan tetapi juga memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan individu setiap siswa. 

“Sekarang, mulailah dengan salah satu dari ini. Pilih yang kalian suka”

Setelah guru kelas mengatakan hal tersebut, setiap anak di kelas akan melakukan apa yang mereka sukai, ada yang mewarnai, ada yang tetap belajar matematika, ada yang belajar fisika dan melakukan eksperimen, bahkan ada yang bermain musik.

Sepanjang film, penonton diperlihatkan bagaimana pendidikan inklusif dan inovatif yang diterapkan di Tomoe Gakuen, yang sekaligus menjadi sebuah motivasi ditengah redupnya pendidikan anak di Indonesia saat ini.

Mr.Kobayashi Role Model bagi Setiap Orang Dewasa

“Kau anak yang benar-benar baik” tutur kepala sekolah Tomoe Gakuen, Mr.Kobayashi

Walaupun Totto-chan dianggap sebagai anak yang bermasalah oleh guru di sekolah sebelumnya, namun lain halnya dengan Mr.Kobayashi yang dengan tidak mudah memberi label buruk kepada Totto-chan dan anak-anak Tomoe Gakuen lainnya. Hal ini, kerap kali luput bagi orang dewasa dalam menghadapi anak yang masih dalam proses pertumbuhannya dan rasa ingin tahu yang meluap-luap. 

Dalam film Totto-chan, penonton juga diperlihatkan bagaimana Mr.Kobayashi ketika menegur seorang guru Tomoe Gakuen. Mr.Kobayashi tidak menegur guru tersebut di tempat terbuka, melainkan di tempat tertutup. Bukankah hal tersebut juga masih kerap luput dilakukan oleh orang dewasa!?

Seperti diingatkan, bagaimana Mr.Kobayashi senantiasa memberikan respon positif terhadap perilaku anak maupun guru di Tomoe Gakuen.

Potret Sistem Pendidikan Tomoe Gakuen di Rumah Sekolah Cendekia

Rumah Sekolah Cendekia (RSC) yang terletak di Kabupaten Gowa tepatnya di Kompleks Aroepala Residence, Paccinongan Kecamatan Somba Opu. Sekolah yang menyediakan tiga tingkatan pendidikan, yaitu Kelompok Bermain (Play Group), Taman Kanak-Kanak, dan Sekolah Dasar, rupanya tidak jauh berbeda dengan sistem pendidikan yang diterapkan di Tomoe Gakuen yang inklusif dan inovatif. 

Pendidikan di RSC melalui pendekatan alternatif yang lebih inklusif dengan menyediakan lingkungan pendidikan yang mendukung berbagai kebutuhan belajar yang berbeda-beda bagi setiap siswa. Seperti metode yang diterapkan, yaitu learning by doing: anak mempelajari sesuatu melalui praktek langsung, learning by playing: anak belajar melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, learning by process: tahapan yang sesuai dengan perkembangan anak, dan learning integrated: mengembangkan seluruh potensi anak.

Potret pendidikan inovatif di RSC, sekolah fokus dalam pengembangan kreativitas, keterampilan berpikir kritis, dan kemandirian siswa. Pendidikan Sekolah Dasar di RSC menyediakan club seni dan olahraga untuk mendukung dalam pengembangan bakat dan kreativitas siswa. Selain itu, dalam melatih keterampilan berpikir kritis dan mengasah problem solving anak, maka diwadahi dengan hadirnya Rapat Besar.

Satu dari banyaknya hal yang menarik di RSC, adalah Rapat Besar. Rapat Besar menjadi wadah bagi anak-anak untuk didengar akan segala bentuk permasalahannya, dan akan diberikan solusi oleh teman yang  menjadi Wakil Siswa. Wakil Siswa di RSC terdiri dari sepuluh orang anak dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar kelas besar (Kelas 4,5 dan 6) yang bertugas mengidentifikasi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dilaporkan siswa dalam forum Rapat Besar.

Sama halnya di Tomoe Gakuen, Mr.Kobayashi yang tidak pernah acuh terhadap cerita dari setiap siswanya. Begitupun di RSC, siswa diwadahi dengan hadirnya forum Rapat Besar, sebab suara anak-anak dalam pendidikan bukanlah suara sumbang atau angin lalu, suara setiap anak perlu didengar dan dipertimbangkan dalam konsep pendidikan yang lebih  baik.

Film Totto-chan tidak menayangkan semua yang diceritakan dalam novel, namun ada juga beberapa scene yang ceritanya tidak ada dalam novel. Secara keseluruhan, film ini adalah film yang layak diapresiasi di setiap dialog maupun di luar dialog, yang sarat akan makna di setiap scene, terlebih lagi secara visual sangat memanjakan mata.

Lesti Lestari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *